2-6-13



Ahad, 2 Juni 2013 bakda Magrib di Perempatan Wojo Jalan Imogiri Barat Km 4,5 berkendara motor vario dengan kaos putih. Dari rumah melaju menuju jalan raya setelah sebelumnya menyeberang dari gapura ngancar bangunharjo sewon bantul. Tepat lampu hijau.

PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME


PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
Pendahuluan
Sudah menjadi tekad pemerintah untuk menjalankan tugas dan kewenangannya dengan penuh tanggung jawab, bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Tekad tersebut tidak hanya dicetuskan oleh jajaran pemerintah saja, namun juga oleh seluruh penyelenggara negara dalam rangka mencapai tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hal tersebut terkait dengan kenyataan bahwa penyelengara negara mempunyai peranan yang sangat menentukan di dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana tercantum di dalam UUD 1945.
                                Dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun, penyelenggara negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga penyelenggaraan negara tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden. Di samping itu, masyarakatpun belum sepenuhnya berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif terhadap penyelenggaraan negara. Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang ekonomi dan moneter antara lain terjadinya praktiek penyelenggaraan negara yang lebih menguntungkan kelompok tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya KKN (Penjelasan Umum angka 1 UU No. 28 Tahun 1999).
Sebagaimana dimaklumi bahwa penyelewengan yang sering terjadi, tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antara penyelenggara negara, melainkan juga antara penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara.
Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai dengan tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi dan misi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat. Kesamaan visi, persepsi dan misi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, yang dilaksanakan secara efektif, efisien, bebas dari KKN.
Sejalan dengan tekad untuk terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN tersebut, MPR telah membuat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Untuk memaksimalkan tugas penyelenggara negara yang bebas dari KKN, TAP MPR No. XI/MPR/1998 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
        Mampu memahami penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
1. Menjelaskan asas-asas umum penyelenggaraan negara,
2. Menguraikan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
3. Mengidentifikasi lembaga-lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan.
4. Mengindentifikasi lembaga-lembaga pemerintah.


ASAS-ASAS UMUM PENYELENGGARAAN NEGARA
Dalam UU No. 18 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 2004 telah ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara:
1. Asas Kepastian Hukum
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, keputusan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara.
Adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan Umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan seletktif.
4. Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
6. Asas Profesionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Asas Efisiensi
Adalah asas yang mengutamakan kesederhanaan, penghematan, ketepatan dan daya guna yang baik terhadap penggunaan sumber daya.
9. Asas Efektivitas
Adalah asas yang mengutamakan keberhasilan tujuan penyelenggaraan negara.

Asas-asas penyelenggaraan negara di atas merupakan pedoman bagi seluruh penyelenggara negara di dalam menjalankan tugas kewenangannya dalam menciptakan iklim kepemerintahan yang baik (good governance). Dengan menggunakan hal tersebut sebagai acuan, maka tujuan nasional dalam mewujudkan suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur niscaya akan tercapai. Visi dan misi bernegara merupakan suatu keniscayaan untuk dicapai apabila semua penyelenggara negara menghindari perilaku KKN sebagai akar penyebab sulitnya negara bangkit dari keterpurukan akibat krisis yang melanda negeri ini.


AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
Sebagai pelaksana asas akuntabilitas, diterbitkan instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerntah. Di dalam Inpres tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih dan bertanggung jawab, dipandang perlu adanya pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah untuk mengetahui kemampuannya dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dimaksudkan sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik. Sebagai contoh, tiap-tiap unit di Departemen Keuangan setiap tahun diwajibkan membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) mulai dari eselon II ke atas.
                Seiring dengan perubahan waktu, paradigma yang berkembang adalah dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemeringa, di mana dinyatakan bahwa dalam informasi tambahan keuangan pemerintah pusat/daerah wajib disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai Kinerja Instansi Pemerintah, yakni prestasi yang telah dicapai oleh Pengguna Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan. Pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengindentifikasi secara jelas keluaran (outputs) dari setiap kegiatan dan hasil (outcomes) dari setiap program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran dan sistem akuntansi pemerintah.
          Salamoen Soeharyo dan Nasri Effendy (2003: 9) memberikan rumusan tentang akuntabilitas sebagai berikut:
“Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban”.
                Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas, maka semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.
                Apa yang dikemukakan oleh kedua penulis tersebut sejalan dengan maksud dari ketentuan yang termaktub dalam Inpres No. 7 Tahun 1999, di mana Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah mempunyai sasaran sebagai berikut:
1. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.
2. Terwujudnya transparansi instansi pemerintah.
3. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Prinsip Akuntabilitas
1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
4. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh.
5. Harus jujur, obyektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

Responbillitas
Responbilitas/pertanggungjawaban mirip pengertiannya dengan akuntabilitas, yang membedakan adalah responbilitas lebih menunjuk pada pertanggungjawaban seorang bawahan kepada atasan, dan yang dipertanggungjawabkan terbatas pada outputs. Sedangkan akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada semua stakeholders dan yang dipertanggungjawabkan tidak sekadar outputs, tetapi sampai pada outcomes. Contoh:
Departemen Pekerjaan Umum (PU) membangun jalan, pada suatu ketika jalan tersebut berlobang dan membuat seseorang yang berjalan atau berkendaraan mendapatkan kecelakaan, maka dalam hal ini Departemen PU dapat dituntut oleh orang tersebut disebabkan karena kerusakan jalan tersebut (outcomes).


LEMBAGA YANG MENGAWASI JALANNYA PENYELENGGARAAN NEGARA
                Komitmen pemerintah sudah jelas bahwa di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, perlu adanya upaya-upaya yang maksimal dalam mencegah adanya tindakan-tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh segenap penyelenggara. Upaya-upaya tersebut dapat dilihat dengan dimungkinkannya peran serta masyarakat untuk ikut dalam proses penyelenggaraan negara dalam pengertian peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral dan sosial yang berlaku dalam masyarakat dan juga dibentuknya beberapa lembaga yang bertugas mengawasi jalannya penyelengara negara, baik oleh lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
                Lembaga-lembaga yang dibentuk dengan tugas mengawasi jalannya penyelenggaraan negara bisa berbentuk internal, eksternal maupun lembaga yang bersifat independen, yaitu:

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK)
Tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) sehingga penanganannya pun harus dilakukan dengan cara yang luar biasa pula. Upaya-upaya penanggulangannya sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, terbukti masih banyaknya perbuatan pidana tersebut di mana-mana yang dilakukan pejabat negara/pegawai atau oleh yang lainnya. Lembaga-lembaga negara yang berkompeten sampai saat ini masih belum berfungsi secara efektif dan efisien di dalam pemberantasan tindak pidana koripsi. Kepolisian dan kejaksaan yang selama ini diharapkan dapat menangani kasus-kasus korupsi, dibuat tidak berdaya, bahkan dinilai oleh khalayak umum bahwa kedua institusi itupun sudah masuk ke dalam virus korupsi itu sendiri.
                Dalam rangka peningkatan pemberantasan tindak pidana korupsi  secara profesional, intensif dan berkesinambungan, berdaya guna dan berhasil guna pemerintah bersama-sama DPR telah membentuk UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dibentuk sebagai lembaga independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi karena lambatnya penanganan masalah korupsi yang selama ini melanda Indonesia.
                Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.

a. Tugas
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas sebagai berikut (pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002):
1). Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2). Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3). Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4). Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5). Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

b. Wewenang
Dalam melakukan tugasnya, KPK berwenang (pasal 7 UU No. 30 Tahun 2002)
1)    Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
2)    Menetapkan sistem pelaporan dalam rangka kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3)    Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
4)    Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
5)    Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
6)    Melakukan pengawasan, penelitian atau penelaah terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan KPK dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.
7)    Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
8)    Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
9)    Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak lain yang terkait.
10) Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersengka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.
11) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait.
12) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsensi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan TPK yang sedang diperiksa.
13) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
14) Memita bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan dan penyitaan dalam perkara TPK yang sedang ditangani.
15) Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelanggaraan negara.
16) Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi.
17) Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan.
18) Merancang dan mendorong terlaksana program sosialisasi pemberantasan TPK.
19) Melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat umum.
20) Melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan TPK.
21) Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah.
22) Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi.
23) Melaporkan kepada Presiden RI, DPR dan BPK jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.

Di dalam menjalankan tugasnya, KPK bertangung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala keapda Presiden RI, DPR dan BPK.
Contoh: kewenangan yang diberikan kepada KPK berkaitan dengan wewenang meminta keterangan pihak bank, merupakan suatu terobosan hukum dalam memberantas korupsi khususnya di bidang kejahatan perbankan. Melalui fatwa MA No. KMA/694/R.45/XII/2004 tanggal 2 Desember 2002, KPK diberikan akses untuk membuka rahasia bank. Di dalam fatwanya tersebut, MA menegaskan bahwa pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002 telah mengatur secara khusus kewenangan KPK, khususnya di dalam pasal 12 huruf c dan huruf d. Selain itu, berpedoman pada asas bahwa ketentuan UU yang baru sebagai hukum khusus (lex sepesialis) mengesampingkan UU yang lama sebagai hukum umum (lex generalis) (asas hukum tersebut dikenal sebagai : lex spesialis derogat lex generalis), maka prosedur izin membuka rahasia bank sebagaimana telah diatur dalam pasal 29 ayat (2) dan (3) UU No. 20 Tahun 2001 juncto pasal 42 UU Perbankan tidak berlaku lagi bagi KPK.

Rangkuman
Dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur pemerintah telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan tidak saja keberhasilan, tetapi juga kegagalan dalam pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Di dalam perkembangan selanjutnya pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, yang dimaksudkan sebagai pengintegrasian antara sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran dan sistem Akuntansi Pemerintah.
Penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut, dibutuhkan penyelenggara negara yang tidak saja jujur, tetapi juga harus bersih dan bebas dari KKN, mengingat KKN merupakan perbuatan yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara.
Komitmen pemerintah di dalam mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN selanjutnya ditindaklanjuti dengan pembentukan lembaga negara yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, seperti KPK sebagai lembaga independen dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, yang berdasarkan fatwa MA telah diberikan kewenangan untuk membuka rahasia bank. Sebagai lembaga yang bersifat super body, KPK diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini meresahkan masyarakat terutama tindakan korupsi yang melibatkan pejabat atau mantan pejabat yang selama ini seolah-olah tidak terjangkau oleh hukum.


LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH
Salamoen Soeharyo dan Nasri Effendy (2003) menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang dilaksanakan oleh Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan para menteri, Presiden menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Selanjutnya dinyatakan bahwa tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah di mana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain. Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan.
Dengan adanya lembaga-lembaga penyelenggaraan pemerintah ini, maka tugas-tugas pemerintahan akan terbagi habis kepada lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan yang ada (asas pembagian tugas).

Fungsi-fungsi Penyelenggara Pemerintahan
Pemerintah harus dapat menciptakan kondisi yang kondusif, sehingga tumbuh kreativitas dan oto aktivitas masyarakat untuk membangun dalam memenuhi kebutuhan sendiri. Oleh karena itu dalam GBHN-GBHN pada masa orde baru selalu disebutkan bahwa aparatur pemerintah harus mampu untuk melayani masyarakat, mengayomi masyarakat dan memberdayakan masyarakat.
Dalam hal ini, aparatur pemerintah harus menjalankan ketiga fungsi tersebut, termasuk BUMN dan BUMD selaku Aparatur Perekonomian Negara/Daerah khususnya Perum dan Perumda. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aparatur pemerintah terdiri dari aparatur pemerintahan dan aparatur perekonomian negara sebagai pelaksana dari tugas-tugas melayani, mengayomi dan memberdayakan masyarakat.
Lebih lanjut Salamoen Soeharyo dan Nasri Effendy menjelaskan bahwa fungsi ketiga tersebut sebenarnya justru harus menjadi muara bagi kedua fungsi yang lain, artinya pelayanan dan pengayoman harus sekaligus diarahkan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu berprakarsa dan berperan serta dengan baik dalam pembangunan. Fungsi ketiga ini sebenarnya sejalan pula dengan paradigma baru dalam administrasi negara yang mulai lahir pada awal dekade 90-an, yaitu fungsi pemberdayaan (empowering). Paradigma baru dalam administrasi negara menekankan bahwa pemerintah tidak lagi harus menjadi produsen semua barang dan layanan yang diperlukan masyarakat, tetapi pemerintah harus lebih berperan sebagai fasilitator dan regulator, sehingga masyarakat mampu dengan baik memenuhi kebutuhannya sendiri.
Sebagai contoh, dalam dunia usaha pemerintah menerbitkan peraturan yang dapat mendorong dunia usaha untuk lebih berproduksi melalui paket-paket kebijakan (Paknop, Pakde, dan sebagainya).

Kewenangan Pemerintah Pusat
Kewenangan Pemerintah Pusat sebelumnya diatur di dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, UU No. 22 Tahun 1999 kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dimaksudkan sebagai Pemerintah pusat menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Adapun kewenangan Pemerintah Pusat (Pemerintah) yang tidak diserahkan ke Pemerintah Daerah meliputi kewenangan-kewenangan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter & fiskal nasional dan agama.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Urusan pemernitahan dimaksud meliputi: politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian willayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya; keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya; moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jasa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk UU, Peru, PP dan peraturan lain berskala nasional dan lain sebagainya; agama misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang belaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
                Di dalam menyelenggarakan urusan pemerintah tersebut di atas, Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.
                Penyerahan urusan dari pemerintah kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan, sedangkan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
                Dalam urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di luar urusan pemerintahan tersebut di atas, pemerintah dapat:
1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
2. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah;
3. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah/dan atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Kriteria Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
                Penyelenggaraan urusan pemerintahan di sampingg tunduk pada asas-asas penyelenggaraan negara, juga didasarkan pada kriteria yang memberikan kewenangan kepada penyelenggara negara landasan yang kuat bagi terbentuknya hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.
                Di dalam menyelenggarakan kewenangannya, Pemerintah membina hubungan dengan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan.
                Penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam membina hubungan dengan pemerintahan daerah dibagi berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Eksternalitas
Yang dimaksud dengan kriteria eksternalitas adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
2. Akuntabilitas
Maksudnya adalah penanggung jawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
3. Efisiensi
Maksudnya adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tingi yang dapat diperoleh.

Lembaga Penyelenggara Pemerintahan Tingkat Pusat
                Lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan tingkat pusat adalah Departemen, Menteri Koordinator (Menko), Menteri Negara (Meneg), Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang membantu Presiden; Kejaksaan Agung, Perwakilan RI di Luar Negeri, Tetara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI (Polri), Badan/Lembaga Ekstra Struktural dan Badan Independen.
1.     Departemen
Berdasarkan ketentuan pasal 25 ayat (1) Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 disebutkan bahwa departemen dalam pemerintahan negara RI merupakan unsur pelaksana pemerintah. Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa departemen dipimpin oleh menteri negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Departemen pada umumnya harus menyelenggarakan fungsi-fungsi:
a. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya.
b. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya.
c.  Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya.
d. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
e. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Susunan organisasi:
a. Menteri
b. Sekretaris Jenderal, yang bertugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan administrasi departemen.
c.  Direktorat Jenderal, yang bertugas melaksanakan rumusan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis di bidangnya.
d. Inspektorat Jenderal, mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional.
e. Staf ahli, mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang tugasnya.
f.   Badan, dibentuk bila tugas & fungsi unsur penunjang tugas departemen tidak bisa dilaksanakan oleh organisasi setingkat Pusat.
g. Pusat, dapat dibentuk unsur penunjang tugas departemen.
h. Instansi Vertikal, dapat dibentuk di departemen yang kewenangannya tidak diserahkan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
i.   Unit pelaksana teknis, dapat dibentuk secara selektif sebagai pelaksana tugas teknis penunjang.

2.     Kementerian Koordinator
Kedudukan
Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di bawah dan bertanggung jawab keapda Presiden.
Tugas
Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronisasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensikronkan pelaksanaan kebiijakan di bidangnya.
Fungsi
1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidangnya.
2) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2.
4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya.
5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden.
7) Penyampaian hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Koordinasi
a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, mengkoordinasikan:
1. Departemen Dalam Negeri
2. Departemen Luar Negeri
3. Departemen Pertahanan
4. Departemen Hukum dan HAM
5. Kejaksaan Agung
6. BIN
7. TNI
8. POLRI
9. Instansi yang dianggap perlu

b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengkoordinasikan:
1.     Departemen Keuangan
2.     Departemen ESDM
3.     Departemen Perindustrian
4.     Departemen Perdagangan
5.     Departemen Pertanian
6.     Departemen Kehutanan
7.     Departemen Perhubungan
8.     Departemen Kelautan dan Perikanan
9.     Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
10. Departemen Pekerjaan Umum
11. Kementerian Negara Kominfo
12. Kementerian Ristek
13. Kementerian Koperasi dan UKM
14. Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
15. Instansi yang dianggap perlu.

c.  Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkoordinasikan:
1.     Departemen Kesehatan
2.     Departemen Diknas
3.     Departemen Sosial
4.     Departemen Agama
5.     Departemen Budpar
6.     Kementerian Negara Lingkungan Hidup
7.     Kementerian Negara Pemberdayan Perempuan
8.     Kementerian Negara PAN
9.     Kementerian Negara Perumahan Rakyat
10. Kementerian Negara Pemudan dan Olah raga
11. Instansi lain yang dianggap perlu.

3.     Kementerian Negara
Kedudukan
Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
Kementerian Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.
Fungsi
Kementerian Negara menjalankan fungsi
1. Perumusan kebijakan nasional di bidangnya.
2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya.
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya.
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

4.     Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
LPND adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Kepala LPND berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Berdasarkan Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, yang beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005, LPND mempunyai kegiatan melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005, LPND terdiri dari:
1)       Lembaga Administrasi Negara / LAN
2)       Arsip Nasional Republik Indonesia / ANRI
3)       Badan Kepegawaian Negara / BKN
4)       Perpustakaan Nasional RI / PERPUSNAS
5)       Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS
6)       Badan Pusat Statistik / BPS
7)       Badan Standarisasi Nasional / BSN
8)       Badan Pengawas Tenaga Nuklir / BAPETEN
9)       Badan Tenaga Nuklir Nasional / BATAN
10)   Badan Intelijen Negara / BIN
11)   Lembaga Sandi Negara / LEMSANEG
12)   Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional / BKKBN
13)   Lembaga Penerbangan Antariksa Naional / LAPAN
14)   Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional / BAKORSUTANAL
15)   Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan / BPKP
16)   Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia / LIPI
17)   Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi / BPPT
18)   Badan Koordinasi Penanaman Modal / BKPM
19)   Badan Pertanian Nasional / BPN
20)   Badan Pengawasan Obat dan Makanan / BPOM
21)   Lembaga Ketahanan Nasional / LEMHANAS
22)   Badan Meteorologi dan Geofisika / BMG

Wewenang secara organisatoris, LPND berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, tetapi dalam pelaksanaan tugas operasional dikoordinasikan oleh atau mendapat pembinaan teknis dari menteri tertentu.
Sebagai contoh berdasarkan Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005, antara lain ditetapkan:
a. Menteri Dalam Negeri bagi BPN.
b. Menteri Pertahanan bagi LEMSANEG dan LEMHANAS.
c.  Menteri Perdagangan bagi BPKM.
d. Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN.
e. Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS.
f.   Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bagi LAN, BKN, BPKP dan ANRI.
g. Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSURTANAL dan BSN.
h. Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan bagi BAPPENAS dan BPS.
i.   Menteri Perhubungan bagi BMG.

5.     Kesekretariatan yang Membantu Presiden (Peraturan Presiden No. 31 Tahun 2005)
a. Sekretariat Negara
Lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sekretariat negara dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara.
b. Sekretaris Kabinet
Lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Sekretaris Kabinet, berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sekretaris Kabinet dipimpin oleh Menteri Sekretaris Kabinet.

6.     Kejaksaan Agung
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan dan Keppres No. 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan, Kejaksaan Agung adalah lembaga kejaksaan tingkat pusat.
a. Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan dalam tata susunan kekuasaan badan-badan pengadilan hukum dan keadilan, yang dipimpin oleh Jaksa Agung yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
b. Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung di tingkat pusat, Kejaksaan Tinggi di tingkat Provinsi dan Kejaksaan Negeri di Kabupaten/Kota, yang ketiganya merupakan satu kesatuan.
c.  Dalam bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa dapat bertindak di dalam dan di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.
d. Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
e. Dalam memimpin kejaksaan,  Jaksa Agung dibantu seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda.

7.     Perwakilan RI di Luar Negeri
Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya aparatur yang mewakili kepentingan negara RI secara keseluruhan di negara lain atau pada organisasi internasional dan dapat berupa Kedutaan Besar RI (KBRI), Konsulat Jenderal RI (KONJEN RI), Konsulat RI, Perutusan tetap RI (PTRI) pada PBB maupun perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara. Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsulat.
a. Perwakilan Diplomatik
Kegiatan Perwakilan Diplomatik mencakup semua kepentingan negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu organisasi internasional.
Perwakilan Diplomatik terdiri dari Kedutaan Besar RI dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku Kepala Negara melalui Menteri Luar Negeri.
b. Perwakilan Konsuler
Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua kepentingan negara RI di bidang konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah negara penerima.
Perwakilan Konsuler terdiri dari Konsulat Jenderal (Konjen) dan Konsulat masing-masing dimpimpin oleh Konsulat Jenderal, dan konsul bertanggung jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang membawahinya.
Konjen dan Konsul yang tidak berada di bawah tanggung jawab Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh bertanggung jawab kepada Menteri Luar Negeri.
Tugas pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler dengan negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk hukum dan tata cara hubungan internasional.

8.     Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Jati diri, peran, fungsi dan tugas kedudukan TNI diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Di dalamnya dinyatakan bahwa jati diri TNI yaitu:
a. Tentara rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga Negara Indonesia.
b. Tentara pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan NKRI dan tidak menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
c.  Tentara nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan di atas kepentingan daerah, suku, ras dan golongan agama.
d. Tentara profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Peran:
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Fungsi:
TNI sebagai alat negara, berfungsi sebagai:
a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana pada huruf a.
c.  Pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
Tugas
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Tugas pokok tersebut dilakukan dengan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.

9.     Kepolisian Negara RI (POLRI)
Pergeseran paradigma pengabdian POLRI yang sebelumnya cenderung digunakan sebagai alat penguasa ke arah mengabdi bagi kepentingan masyarakat telah membawa berbagai implikasi perubahan yang mendasar. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2002 yang menetapkan Polri berperan selaku pemelihara kamtibnas, penegak hukum, pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Arah kebijakan strategi Polri yang mendahulukan tampilan selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dimaksud bahwa dalam setiap kiprah pengabdian anggota Polri baik sebagai pemelihara kamtibnas maupun sebagai penegak hukum haruslah dijiwai oleh tampilan perilaku sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, sejalan dengan paradigma barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat.
Peran, tugas, susunan dan kedudukan Polri secara pokok-pokoknya diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara.
Peran dan tugas POLRI:
a. POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
b. Selain tugas pokok tersebut, POLRI juga melaksanakan tugas:
1)    Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.
2)    Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas jalan.
3)    Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
4)    Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
5)    Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
6)    Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik PNS dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
7)    Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan perturan perundang-undangan lainnya.
8)    Menyelenggarakan indentifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.
9)    Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani instansi dan/atau pihak yang berwenang.
11) Memberikan pelayanan keapda masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian.
12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

10. Badan/Lembaga Ekstra Struktural dan Badan Independen
Untuk memberi pertimbangan kepada Presiden atau Menteri, atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan tertentu atau membantu tugas tertentu dari suatu departemen, dibentuk badan/lembaga yang bersifat ekstra struktural. Badan/lembaga ini tidak termasuk dalam daftar struktur organisasi Menko, departemen atau LPND. Badan/lembaga ini dapat diketuai oleh Menteri, bahkan Wakil Presiden dan Presiden sendiri. Sedangkan nomenklatur yang digunakan antara lain adalah dewan, badan, lembaga tim, dan lain-lain seperti:
a.     Dewan Ekonomi Nasional (DEN)
b.     Dewan Pemulihan Usaha Nasional (DPUN)
c.     Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
d.     Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK)
e.     Badan Pelaksanaan APEC
f.       Badan Pertimbangan Jabatan Nasinal (BAPERJANAS)
g.     Lembaga Sensor Film
h.     Tim Pengembangan Industri
i.       Hankam
j.       Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertahanan
k.     Komite Pemilihan Umum
l.       Komite Olahraga Nasinal Indonesia (KONI)
m.   Komite Kepolisian Negara
Di samping itu untuk membantu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pemerintah membentuk lembaga independen, seperti:
a. Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
b. Komisi Ombudsman Nasional (KON)
c.  Komisi Pemilihan Umum (KPU)
d. Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)
Lembaga-lembaga ini walaupun dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah, tetapi bekerja secara independen.

Lembaga Penyelenggara Pemerintahan Tingkat Daerah
Secara konstitusional, penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam pasal 18 UUD 1945 dan setelah mengalami amandemen keempat, menjadi pasal 18, 18A dan 18B. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemerintah daerah mula-mula diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974, kemudian diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk memberikan peran yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur daerahnya masing-masing, maka UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dianut selama ini tetap dipertahankan, meskipun terjadi perubahan rumusan, yaitu didasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Dalam menampung aspirasi daerah, asas penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut kemudian dalam UU No. 32 Tahun 2004 ditambah dengan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1 UU No. 32 Tahun 2004 asas-asas penyelenggaraan pemerintahan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
4. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.
5. Otonomi dan tugas pembanuan
Sesuai dengan penjelasan pasal 2 ayat (2), yang dimaksud dengan “asas otonomi dan tugas pembantuan” adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintah oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintah daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa.

Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
UU No. 32 Tahun 2004 pada pokoknya mengatur hal-hal sebagai berikut:
1.     NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
2.     Dalam menjalankan tugas pemerintahan, Pemerintah Pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan dan dekonsentrasi.
3.     Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat.
4.     Pemerintah Daerah adalah:
a. Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD Provinsi.
b. Pemerintah daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
5.     Pemerintah Daerah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.
6.     Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sedangkan perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.
7.     Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah provinsi adalah Gubernur, untuk daerah kabupaten adalah Bupati, sedangkan untuk kota adalah Walikota, yang masing-masing dibantu oleh seorang wakil kepada daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota).
8.     Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah Pusat di wilayah proviinsi yang bersangkutan dan dalam kedudukannya tersebut Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
9.     Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
b. Mengajukan rancangan Perda.
c.  Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD.
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
e. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
f.   Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
10. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah, Gubernur mempunyai tugas dan wewenang:
a. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
b. Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
c.  Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
d. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.
11. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
12. Pembentukan daerah harus memenuhi syarat.
a. Administratif
Untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupetan/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD Provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Mendagri. Untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Mendagri.
b. Teknis
Meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya OTDA.
c.  Fisik
Meliputi paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan 4 kecamatan untuk membentuk kota, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana pemerintahan.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Tugas dan wewenang DPRD:
1.     Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2.     Membahas dan menyetujui rencana Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah.
3.     Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah.
4.     Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepada daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota.
5.     Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
6.     Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7.     Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
8.     Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
9.     Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.
10. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Hak DPRD : interpelasi, angket dan menyatakan pendapat.

Kecamatan
                Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
                Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, camat dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota.

Kelurahan
                Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang dari Bupati/Walikota.
                Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya, Lurah dibantu oleh perangkat kelurahan dan Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah, dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda.