SISTEM PENYELENGGARAAN
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA
1.1.
Pengertian
Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai pengertian Sistem Administrasi Negara Indonesia,
terlebih dahulu diberikan pengertian mengenai sistem, administrasi, administrasi
negara, dan sistem administrasi negara.
a. Sistem
Sistem
pada hakikatnya adalah seperangkat komponen, elemen, unsur/subsistem dengan
segala atributnya yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh mempengaruhi
dan saling tergantung sehingga keseluruhannya merupakan satu kesatuan yang
terintegrasi atau suatu totalitas, serta mempunyai peranan atau tujuan
tertentu.
b. Administrasi
Leonard
D. White sebagaimana dikutip oleh Salamoen Soeharyo dan Nasri Effendi (2005),
menyatakan pengertian administrasi: “Administrasi adalah sebuah proses yang
umum terdapat dalam semua usaha kelompok, negara ataupun swasta, sipil ataupun
militer, berskala kecil ataupun besar). Lebih lanjut Dimock & Dimock dalam
Soeharyo dan Effendi (2005) menegaskan bahwa pada dasarnya administrasi
merupakan aktivitas kerja sama kelompok – “basically
adiministration is cooperative group activity”. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya administrasi adalah kerja sama kelompok yang
dilakukan untuk mencapai tujuan, kerja sama tersebut dapat terjadi pada
lingkungan negara ataupun swasta, sipil ataupun militer, dan berskala kecil
maupun besar.
c.
Administrasi
Negara
Selanjutnya
marilah kita melihat definisi mengenai Administrasi Negara yang diberikan oleh
beberapa ahli. Dalam salah satu bukunya, Pamudji (tanpa tahun) mengemukakan
bahwa Administrasi Negara (public
administration) adalah suatu “species”
dalam lingkungan “genus” administrasi (administration)
yang bermakna sebagai kegiatan manusia yang kooperatif. Species lainnya mungkin
dapat disebutkan administrasi niaga atau perusahaan (business administration)
dan administrasi privat non perusahaan niaga. Lebih lanjut dengan menggunakan
istilah public administration
(administrasi publik) Pamuji mengemukakan definisi administrasi nagara sebagai
berikut: 1). Public adminstration adalah organisasi dan managemen dari manusia
dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah. 2). Public administration
adalah suatu seni dan ilmu tentang managemen yang dipergunakan untuk mengatur
urusan-urusan negara.
John
M. Pfiffner dan Robert V. Presthus (1950) mengemukakan pengertian administrasi
negara sebagai berikut: “Administrasi negara meliputi implementasi kebijakan
pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik”. Pada
bagian lain ia menjelaskan bahwa “Administrasi dapat didefinisikan sebagai
koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan
pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah”.
Definisi tersebut kemudian ditutup dengan penjelasan sebagai berikut: “Secara
menyeluruh, administrasi negara adalah suatu proses yang berkenaan dengan
pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarah-pengarah kecakapan dan
teknik-teknik yang tak terhingga jumlahnya yang memberi arah dan maksud
terhadap usaha-usaha sejumlah besar orang.”
Dari semua
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan: administrasi negara adalah suatu
proses yang melibatkan beberapa orang dengan berbagai keahlian dan kecakapan
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Felix
A. Nigro dalam Pamudji (tanpa tahun) memberikan jawaban atas pertanyaan: Apakah
administrasi negara itu? Dengan memberikan deskripsi semacam uraian ringkas,
dengan mengatakan: “Public
Administration:
1. is
cooperative group in publis setting,
2. covers
all there branches – executive, legislative, and judicial – and their
interrrelationships,
3. has
an important lore in formulating pf public policy and is thus a part of the
political process,
4. is
different in significant ways from private administration,
5. is
closely associated with numerous private groups and individuals in providing
services to the community.
1.2.
Sistem Administrasi Negara
Indonesia
Pada
hakikatnya dilihat dari segi unsur-unsur yang mempengaruhi, suatu sistem
administrasi negara-negara di dunia dapat dikatakan hampir sama satu dengan
yang lainnya. Demikian juga sistem administasi negara Indonesia tidaklah jauh
berbeda dengan sistem administrasi negara yang lain, yakni sistem administrasi
negara yang memiliki unsur-unsur dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Namun
demikian karena tidak ada sistem administrasi negara yang persis sama antara
negara yang satu dengan negara yang lain, maka sistem administrasi negara
Indonesia dalam eksistensinya juga berbeda dengan sistem administrasi negara
lainnya. Selanjutnya sistem administrasi negara Indonesia dapat diartikan baik
secara luas maupun secara sempit. Dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD
1945 selama ini dikenal adanya istilah yang erat kaitannya dengan administrasi
negara sebagai sistem yang dipraktikkan. Kedua istilah itu adalah
Penyelenggaraan Negara dan Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Soeharyo dan
Effendi: 2005).
1.2.1.
Sistem Administrasi Negara
Indonesia dalam arti luas
Administrasi
negara dalam pengertiannya yang luas mencakup keseluruhan aktivitas negara,
yang berarti mencakup aktivitas keseluruhan lembaga negara baik eksekutif,
legislatif maupun yudikatif, dalam rangka mewujudkan visi dan misi bernegara
bangsa Indonesia. Berkaitan dengan istilah tersebut, maka sistem penyelenggaraan
negara adalah merupakan sistem administrasi negara dalam arti luas.
Hal
tersebut dikemukakan oleh Soeharyo dan Effendi (2005) dengan rumusan yang agak
panjang, sebagai berikut: “Sistem Administrasi Negara Indonesia dalam arti luas
adalah sistem penyelenggaraan negara Indonesia, yang merupakan sistem
penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, dengan
memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan dan keseluruhan aparatur
negara beserta seluruh rakyat di seluruh wilayah negara Indonesia, serta
segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional, demi tercapainya tujuan
dan terlaksananya tugas nasional negara sebagaimana tersebut dalam UUD 1945”.
Selanjutnya
penyelenggara negara menurut rumusan pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme adalah:
1. Pejabat negara pada lembaga
negara
2. Menteri
3. Gubernur, sebagai Wakil
Pemerintah Pusat di daerah
4. Hakim, meliputi hakim di semua
tingkatan pengadilan
5. Pejabat negara yang lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya: Kepala
Perwakilan RI di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur dan Bupati/Walikota
6. Pejabat lain yang memiliki
fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat dimaksud adalah
Pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara
rawan terhadap praktik KKN, yang meliputi:
a. Direksi, Komisaris dan pejabat
struktural lainnya pada BUMN dan BUMD;
b. Pimpinan Bank Indonesia;
c.
Pimpinan
Perguruan Tinggi Negeri;
d. Pejabat Eselon I dan pejabat
lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan POLRI;
e. Jaksa;
f.
Penyelidik;
g. Panitera Pengadilan;
h. Pemimpin dan Bendaharawan
Proyek.
1.2.2.
Sistem Administrasi Negara
dalam arti sempit
Dimock dan Koening sebagaimana
dikutip oleh Philipus M. Hadjon, dkk (2002) menjelaskan bahwa administrasi
negara dapat diartikan secara luas maupun sempit. Dalam arti luas administrasi
negara adalah kegiatan negara dalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
Pengertian tersebut telah diuraikan pada bagian atas, yaitu menyangkut kegiatan
keseluruhan lembaga negara. Sedangkan dalam arti sempit, administrasi negara
adalah kegiatan pemerintah (eksekutif) dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam arti yang luas administrasi
negara menyangkut kegiatan keseluruhan lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif dalam menyelenggarakan kegiatan kenegaraan, sedangkan dalam arti
sempit administrasi negara menyangkut kegiatan penyelenggaraan pemerintahan
oleh eksekutif (pemerintah), yang tentu saja di dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan tersebut melibatkan keseluruhan masyarakat dengan memperhitungkan
kemampuan pendanaannya.
Dengan memperhatikan
batasan-batasan pengertian mengenai administrasi negara di atas, maka Soeharyo
dan Effendi (2005) mengemukakan bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara sebenarnya merupakan sistem administrasi negara Indonesia dalam arti
sempit. Selanjutnya dirumuskan bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
Indonesia dalam arti sempit atau sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
Indonesia ialah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dengan
memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan pemerintah dan segenap aparatur
pemerintah dari semua perangkat pemerintahan berserta rakyat dari seluruh
wilayah negara Indonesia dan dengan memanfaatkan pula segenap dana dan daya
yang tersedia secara nasional demi tercapainya tujuan dan tugas nasional/negara
sebagaimana tersebut dalam UUD 1945”.
Selanjutnya perlu dikemukakan
bahwa yang dimaksud pemerintah adalah Presiden beserta para menterinya,
sedangkan aparatur pemerintahan adalah instansi-instansi pemerintah baik di
pusat maupun di daerah beserta pejabat/pegawai negerinya. Dengan kata lain
aparatur pemerintah meliputi:
1. Aparatur pemerintahan, yaitu
Departemen, LPND, Dinas, Kanwil dan sebagainya yang menjalankan fungsi
pelayanan dan pengaturan/pengayoman dan tidak mempunyai motif mencari
keuntungan.
2. Aparatur perekonomian negara,
yaitu perusahaan/BUMN dan perusahaan/BUMD, yang terutama harus menjalankan
fungsi bisnis meski tidak semata-mata mencari keuntungan.
1.3. Asas-asas
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia
Asas merupakan dasar, alas atau
pondasi. Ibarat suatu bangunan, maka sebelum bangunan itu berdiri terlebih
dahulu harus dibangun dasarnya agar bangunan tersebut tidak mudah runtuh. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), asas diartikan sebagai “dasar” (sesuatu
yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), “dasar cita-cita” dan “hukum
dasar”.
Di dalam membangun suatu negara/bangsa,
sudah barang tentu diperlukan suatu asas yang menjadi “dasar” di mana bangunan
negara itu berdiri dengan kokoh. Suatu asas yang menjadi patokan, petunjuk bagi
para peneyelenggara negara di dalam proses penyelenggaraan negara agar
Indonesia menjadi negara yang kuat, diperhitungkan dan disegani dalam pergaulan
komunitas global.
Dengan telah dilakukan amandemen UUD 1945
sebanyak empat kali sejak 1999-2002, maka sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:
1. Negara Indonesia adalah Negara
hukum (rechstaat) (Pasal 1 ayat (3)). Pasal ini menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara hukum, bukan negara berdasarkan kekuasaan (machstaat).
2. Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945 (Pasal 1 ayat (2)). Pasal ini
menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia menganut sistem konstitusional.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ini juga mengandung pengertian bahwa kekuasaan negara
tertinggi di tangan rakyat, tidak lagi di tangan MPR. Hal tersebut berkaitan
dengan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih secara
langsung oleh rakyat (Pasal 6 ayat (1)). Namun demikian berdasarkan TAP MPR No.
II/MPR/2003 dinyatakan bahwa MPR berfungsi sebagai pemegang pelaksana
kedaulatan rakyat menurut ketentuan UUD 1945.
3. Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (Pasal 4 ayat (1)). Ketentuan pasal
tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara adalah
penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh Presiden yang memegang
kekuasaan pemerintahan dan termasuk hak legislatif yang dimilikinya berdasarkan
UUD 1945.
4. Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam
jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7). Pasal tersebut
menunjukkan bahwa masa jabatan Presiden terbatas, yakni maksimal hanya dua kali
masa jabatan.
5. Usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan
terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7B ayat (1)).
Pendapat tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.
Selanjutnya dalam ayat (6) dinyatakan bahwa MPR wajib menyelenggarakan sidang
untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak MPR
menerima usul tersebut. Pasal 7C menunjukkan bahwa kedudukan DPR kuat, tidak
dapat dibekukan atau dibubarkan oleh Presiden. Pasal-pasal tersebut menunjukkan
bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR maupun kepada MPR.
6. Presiden dibantu oleh
menteri-menteri negara (Pasal 17 ayat (1)). Pasal 17 ayat (2) menyebutkan bahwa
menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ketentuan UUD
1945 tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia menganut sistem Presidensial,
di mana menteri-menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi
bertanggung jawab kepada Presiden.
1.4. Rangkuman
Administrasi
negara merupakan “species” dari “genus” administrasi di samping species
yang lain, yaitu administrasi niaga dan administrasi privat.
Sistem
administrasi negara Indonesia dalam arti luas meliputi tugas-tugas
penyelenggaraan negara oleh semua lembaga negara, baik eksekutif, legislatif
maupun yudikatif. Sedangkan dalam arti sempit, administrasi negara hanya
meliputi tugas penyelenggaraan pemerintahan negara oleh Presiden sebagai Kepala
Pemerintahan.
Jadi
pembahasan mengenai Sistem Penyelenggaraan Negara dibedakan dengan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, karena Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan
membahas asas-asas yang berlaku di dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
yang berfokus pada mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif yang dipimpin oleh
Presiden selaku Kepala Pemerintahan. Sedangkan sistem penyelenggaraan negara
membahas mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
TUJUAN BERNEGARA
DAN SISTEM MANAJEMEN NASIONAL
2.1. Uraian
dan Contoh
2.1.1.
Tujuan Bernegara Bangsa
Indonesia
Setiap negara di dunia dalam
usaha mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan pasti memiliki visi, yang
kemudian visi tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan menetapkan misi yang akan
dilaksanakan dalam mewujudkan visi tersebut.
Tujuan bernegara bangsa
Indonesia sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yaitu UUD 1945 adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945,
yaitu: “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”.
Tujuan bernegara bangsa
Indonesia tersebut oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) disebut sebagai
faktor karsa dan merupakan Cita-cita Nasional atau Cita-cita Bangsa (Lembaga
Ketahanan Nasional: 1989).
Ternyata bahwa apa yang
diungkapkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Indonesia 1945 sebagai
cita-cita nasional atau cita-cita bangsa tersebut bersifat ideal dengan dimensi
waktu yang tidak terbatas. Oleh karena itu cita-cita nasional atau cita-cita
bangsa tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut melalui proses operasionalisasi
yang dinamis secara bertahap ke dalam jangkauan waktu pencapaian yang lebih
konkret dengan memperhitungkan keadaan serta kemungkinan peluang yang terbuka.
Proses operasionalisasi Cita-cita nasional atau Cita-cita Bangsa menurut
jangkauan waktunya dirumuskan menjadi Idaman Nasional sebagai hasil proyeksi
Cita-cita Nasional dalma jangka panjang. Kemudian Idaman Nasional dijabarkan
lebih lanjut ke dalam jangka waktu yang lebih konkret menjadi Sasaran Nasional
sebagai perhitungan Tujuan Nasional dalam jangka pendek.
Dengan demikian terdapat
stratanisasi faktor karsa sesuai dengan dimensi waktu pencapaiannya:
Stratanisasi Faktor Karsa
|
Dimensi Waktu
|
Cita-cita Nasional
|
Ideal tidak terbatas
|
Idaman Nasional
|
Jangka Panjang
|
Tujuan Nasional
|
Jangka Sedang
|
Sasaran Nasional
|
Jangka Pendek
|
(sumber: Modul SHLN 2004,
sebagaimana telah direvisi dan disesuaikan oleh penulis)
Perlu kiranya diketahui bahwa
UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam
waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 kali perubahan. Dengan
berlakunya amandemen UUD 1945, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan
pembangunan, yaitu:
1. Penguatan kedudukan DPR sebagai
lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN);
2. Ditiadakannya GBHN sebagai
pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional; dan
3. Diperkuatnya Otonomi Daerah dan
desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
GBHN
yang ditetapkan oleh MPR berfungsi sebagai landasan perencanaan pembangunan
nasional sebagaimana telah dilaksanakan dalam praktik ketatanegaraan selama
ini. Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan
dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan secara
sungguh-sungguh saran DPR, yang selanjutnya Pemerintah bersama DPR menyusun
APBN.
Perubahan
UUD 1945 yang mengatur bahwa Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dan
tidak adanya GBHN sebagai pedoman Presiden untuk menyusun rencana pembangunan,
maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut bagi proses perencanaan pembangunan
nasional. Dalam merencanakan pembangunan tersebut, pemerintah berpedoman pada
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, yang memberikan pedoman mengenai suatu perencanaan pembangunan yang
meliputi 4 tahapan, yakni: 1) penyusunan rencan; 2) penetapan rencana; 3)
pengendalian pelaksanaan rencana; dan 4) evaluasi pelaksanaan rencana.
Untuk
melaksanakan misi bernegara yang sangat luas itu diperlukan penahapan-penahapan
sejalan dengan dimensi waktu yang disepakati bersama.
Kembali
pada permasalahan di atas, pemahaman tentang “visi” dan “misi” bernegara.
Gambaran atau ide atau cita-cita tentang masa depan yang dikehendaki dengan
mendirikan negara, seperti: “Terwujudnya negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur” atau lebih dikenal dengan istilah
“Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur” sebagaimana tertuang dalam Alinea
II Pembukaan UUD 1945 merupakan “visi” bernegara, sedang kegiatan-kegiatan yang
dilakukan sebagai penjabaran lebih lanjut dalam rangka terwujudnya “masyarakat
yang adil dan makmur” yang dicita-citakan seperti: “melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial” merupakan “misi” bernegara.
2.1.2.
Sistem Manajemen Nasional
Untuk
mewujudkan cita-cita nasional/bangsa yang merupakan tujuan bernegara sebagai
visi dan misi negara tersebut, menurut Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas)
diperlukan berbagai usaha nasional yang meliputi unsur-unsur administrasi,
menajemen dan organisasi. Unsur administrasi dan manajemen merupakan faktor
upaya, sedangkan unsur organisasi merupakan faktor sarana. Himpunan usaha
nasional secara menyeluruh yang memadukan pengertian administrasi, manajemen
dan organisasi itu pada dasarnya adalah suatu pemerintahan negara yang
membentuk suatu sistem yang oleh Lemhanas disebut Sistem Manajemen Nasional
(SISMENNAS).
Pemahaman
tentang sistem Pemerintahan Negara dilakukan dengan pendekatan sistem, yaitu
dengan melihat adanya keterkaitan beberapa unsur yang berdiri sendiri
(sub-sistem) sebagai suatu kebulatan yang utuh yang membentuk sistem yang lebih
luas. Ciri sistem adalah bahwa perubahan pada suatu sub-sistem akan
mempengaruhi sub-sistem yang lain sehingga dapat merubah sistem secara
keseluruhan. Dalam pemerintahan suatu negara yang terdiri dari beberapa
sub-sitem, keterikatan sub-sub sistem ada pada visinya yang sama dan berangkat
dari visi yang sama itu sub-sub sistem membentuk turunan dari misi bernegara
yang mengacu pada Alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Hal
yang masih perlu diperhatikan ialah bahwa di dalam usaha melaksanakan misi
bernegara dan dalam merumuskan turunannya pada tingkat sub-sistem sering
terjadi perbedaan pendapat para penyelenggara negara dalam hal penafsiran makna
daripada misi di tingkat sistem. Oleh karena itu perlu dipahami pula bahwa
setiap sistem menganut mekanisme “input –
proces – output – feedback” atau “masukan – proses – hasil – umpan balik”
yang juga menjadi ciri dari SISMENNAS yang dikembangkan LEMHANAS.
Tentang
SISMENNAS, pokok-pokok pikiran LEMHANAS adalah sebagai berikut:
1. SISMENNAS meliputi dua bidang
administrasi, yaitu administrasi negara dan administarasi niaga. Pada
administrasi negara, SISMENNAS berperan menyelenggarakan fungsi pemerintahan
pada umumnya dan fungsi pembangunan nasional pada khususnya. Pada bidang administrasi
niaga, berperan mengembangkan “dunia usaha” sebagai potensi nasional dan bagian
penting dalam pembangunan nasional.
2. SISMENNAS dalam bidang
ketatanegaraan mempunyai empat unsur utama, yaitu:
a. Negara sebagai “organisasi
kekuasaan” yang mempunyai hak dan peranan terhadap pemilikan, pengaturan dan
pelayanan yang diperlukan dalam rangka usaha mewujudkan cita-cita bangsa,
termasuk usaha produksi dan distribusi barang dan jasa bagi kepentingan
masyarakat umum (“public goods and services”);
b. Bangsa Indonesia sebagai unsur
“Pemilik Negara” berperan menentukan Sistem Nilai dan Arah Kebijaksanaan Negara
yang digunakan sebagai landasan dan pedoman bagi penyelenggaraan fungsi-fungsi
negara;
c. Pemerintah sebagai unsur
“Manajer atau Penguasa”, berperan dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan umum dan pembangunan ke arah cita-cita bangsa dan kelangsungan
serta pertumbuhan negara;
d. Masyarakat adalah unsur
“Penunjang dan Pemakai” yang berperan baik sebagai kontributor, penerima dan
konsumen bagi berbagai hasil kegiatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
3. SIMENNAS secara struktural
tersusun atas empat tatanan, dari dalam keluar, yaitu:
a. Tata Laksana Pemerintahan
(TLP);
b. Tata Administrasi Negara (TAN);
c. Tata Politik Nasional (PTN);
d. Tata Kehidupan Masyarakat (TKM).
TLP
dan TAN adalah “tatanan dalam (inner
setting)”, TPN dan TKM adalah “tatanan luar (outer setting)”.
4. SISMENNAS secara proses
berpusat pada dan berintikan suatu rangkaian pengambilan keputusan yang
berkewenangan yang terjadi pada tatanan dalam TAN dan TLP. Oleh karena itu
tatanan dalam (TLP dan TAN) disebut juga Tatanan Pengambilan Keputusan
Berkewenangan (TPKB).
5. Untuk menyelenggarakan TPKB,
SISMENNAS menampung kepentingan rakyat sebagai arus masuk yang dimulai dari TKM
melalui TPN, lalu diproses dalam TLP dan TAN menjadi kepentingan nasional dan
akhirnya dikeluarkan dalam bentuk tanggapan Pemerintah berupa berbagai
kebijaksanaan sebagai arus keluar ke TPN dan TKM.
6. TLP dan TAN memerlukan sarana
yang disebut kelembagaan negara yang pada tahap TAN merupakan
pelaksana/pemegang kedaulatan rakyat dan pemegang kekuasaan negara, sedangkan
pada tahap TLP berupa Penyelenggara dan mekanisme pemerintahan atau birokrasi.
7. Sarana kelembagaan pada tahap
TAN mencakup: (a) semua Kelembagaan Perwakilan Rakyat baik di Pusat maupun di
Daerah, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD); (b) Kelembagaan Kepala Negara/Kepresidenan RI; (c) Kelembagaan Kepala
Pemerintahan Negara/Kepresidenan RI; (d) Kelembagaan Negara lainnya, yaitu:
Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konstitusi,
Komisi Yudisial dan semua kelembagaan Penyelenggara Pemerintahan di Pusat dan
Daerah.
Contoh,
sebelum menaikkan harga BBM, Pemerintah berkonsultasi dulu dengan DPR, setelah
keluar kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga BBM maka biasanya akan
diikuti reaksi dari masyarakat. Reaksi dari masyarakat (feed back) tersebut selanjutnya menjadi masukan (input) bagi Pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakan selanjutnya (output).
Demikian siklus terjadi dalam proses pengambilan kebjiakan di dalam proses
penyelenggaraan negara.
2.2. Rangkuman
Untuk
mewujudkan visi dan misi bernegara diperlukan usaha-usaha nasional yang
meliputi unsur-unsur administrasi dan manajemen sebagai faktor karsa dan unsur
organisasi sebagai faktor sarana. Himpunan usaha nasional yang meliputi ketiga
unsur tersebut, disebut sebagai Sistem Manajemen Nasional.
Secara
proses, sismennas berintikan TLP & TAN sebagai inner setting sebagai lembaga yang berwenang mengambil keputusan tentang
kebijakan nasional. TKM & TPN sebagai outer
setting menjadi tujuan kebijakan itu.
TUGAS DAN FUNGSI PENYELENGGARA
NEGARA
3.1. Uraian
dan Contoh
Di
dalam setiap negara, penyelenggara negara merupakan komponen/unsur yang sangat
menentukan dalam jalannya penyelenggaraan negara, di negara serikat, negara
republik dan negara kerajaan. Prinsip pembagian tugas dan wewenang berlaku bagi
setiap penyelenggara negara untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas, di samping memberikan kejelasan dalam pertanggunjawaban
pelaksanaan visi dan misi penyelenggara negara tersebut. Namun demikian dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dikenal adanya pemisahan kekuasaan
seperti yang dikemukakan dalam teori “Trias Politik”, tetapi yang dianut adalah
prinsip pembagian kekuasaan (division of
power atau distribution of power), seperti yang diatur dalam UUD 1945.
Untuk
memahami tugas dan fungsi Penyelenggara Negara terlebih dahulu kepada peserta
diklat Prajabatan perlu dijelaskan siapa yang dimaksudkan dengan Penyelenggara
Negara.
3.1.1.
Pengertian Penyelenggara Negara
Yang
dimaksud dengan Penyelenggara Negara di sini adalah pejabat negara yang
menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 angka 1 UU No. 28
Tahun 1999). Dalam pembahasan selanjutnya, maka penyelenggara dalam pembahasan
ini meliputi keseluruhan lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif sebagaimana dimaksudkan dalam UUD 1945, yaitu: MPR, Presiden, DPR,
DPD, MA, KY, MK dan BPK.
3.1.2.
Tugas dan Fungsi Penyelenggara
Negara
Dengan
mengacu pada UUD 1945 yang perubahan terakhir disahkan tanggal 10 Agustus 2002
serta peraturan perundang-undangan lainnya, Penyelenggara Negara mempunyai
fungsi dan tugas sebagai berikut:
1. Majelis
Permusyawaran Rakyat (MPR)
sebagai pelaksana fungsi konstitutif.
Kedudukannya adalah sebagai
Lembaga Negara.
Menurut ketentuan Pasal 1 TAP
MPR No. 11/MPR/2003, MPR adalah lembaga negara dan pelaksana kedaulatan rakyat
menurut ketentuan UUD 1945.
Tugas dan wewenangnya:
a. mengubah dan menetapkan
undang-undang dasar;
b. melantik Presiden dan Wakil
Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
c. memutuskan usul DPR berdasarkan
putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;
d. melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari dua
calon yang diajukan Presiden, apabila terjadi kekosongan Wakil Presiden dalam
masa jabatan selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
f. memilih Presiden dan Wakil
Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari
dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu tiga puluh hari;
g. menetapkan Peraturan Tata
Tertib dan Kode Etik MPR.
Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya tersebut, anggota MPR mempunyai hak-hak sebagai berikut:
a. mengajukan usul perubahan
pasal-pasal undang-undang dasar;
b. menentukan sikap dan pilihan
dalam pengambilan keputusan;
c. memilih dan dipilih;
d. membela diri;
e. imunitas;
f. protokoler;
g. keuangan dan administratif.
2. Presiden
sebagai pelaksana
fungsi eksekutif dan legislatif.
Kedudukannya adalah sebagai
pengemban amanat rakyat yang mempunyai kedudukan selaku Kepala Pemerintahan
(fungsi eksekutif dan legislatif) dan Kepala Negara.
Tugas dan wewenangnya selaku
Kepala Pemerintahan:
a. Menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara menurut UUD;
b. Menetapkan Peraturan Pemerintah
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya;
c. Mengajukan dan membahas
rancangan undang-undang bersama DPR;
d. Menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu);
e. Mengajukan dan membahas usul
RAPBN bersama DPR.
f. Mengangkat dan memberhentikan
para menteri.
Tugas dan wewenang presiden
sebagai Kepala Negara:
a. Memegang kekuasaan tertinggi
atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian Negara;
b. Dengan persetujuan DPR,
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian internasional dengan negara lain;
c. Menyatakan keadaan bahaya, yang
syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang;
d. Dengan memperhatikan pertimbangan DPR,
mengangkat duta dan konsul, menerima penempatan duta negara lain;
e. Dengan memperhatikan
pertimbangan MA, memberi grasi dan rehabilitasi;
f. Dengan memperhatikan
pertimbangan DPR, memberi amnesti dan abolisi;
g. Memberi gelaran, tanda jasa dan
tanda kehormatan sesuai dengan undang-undang;
h. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden;
i. Mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri negara.
Di samping itu Presiden juga
memiliki kewenangan ekstrakonstitusional yakni mengeluarkan dekrit untuk
sesuatu hal yang dianggap dapat mengancam keselamatan bangsa
dan negara,
misalnya karena adanya kebutuhan politik.
Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa selama ini telah terjadi beberpa kali Dekrit Presiden, satu
di antaranya adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kembali pada UUD 1945.
3. Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
yang kedudukannya sebagai lembaga negara. Sedangkan fungsi DPR:
a. Legislasi
b. Anggaran
c. Pengawasan
Tugas dan wewenang DPR:
a. membentuk undang-undang yang
dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b. membahas dan memberikan
persetujuan peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
c.
menerima dan
membahas usulan RUU
yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakan dalam pembahasan;
d.
memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
e.
menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
f.
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN,
serta kebijakan pemerintah;
g.
membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang
dilakukan oleh DPD terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama.
h.
memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan
memperhatikan pertimbangan DPD;
i.
membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan BPK;
j.
memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan
dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
k.
memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan
Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden;
l.
memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan
mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
m. memberikan
pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta
negara lain dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi;
n.
memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain serta membuat
perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau
pembentukan UU;
o.
menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat;
p.
melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan
dalam UU.
Hak DPR
a. Interpelasi
b. Angket
c. Menyatakan Pendapat
Hak anggota DPR:
a. mengajukan ruu;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler;
h. keuangan dan adimistratif.
4. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)
DPD dipilih dari setiap
provinsi melalui pemilihan umum.
DPD sebagai lembaga perwakilan
daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Fungsi DPD:
1. Pengajuan usul, ikut dalam
pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi
tertentu.
2. Pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang tertentu.
Tugas dan Wewenang DPD
a. Dapat mengajukan kepada DPR RUU
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
b. Mengusulkan RUU sebagaimana
dimaksud pada huruf a tersebut kepada DPR.
c. Membahas RUU tersebut
bersama-sama DPR atas undangan DPR sesuai tata tertib DPR, sebelum DPR membahas
RUU tersebut dengan pemerintah.
d. Melakukan pengawasan sebagai
pertimbangan DPR atas pelaksanaan:
1).
Undang-undang mengenai otonomi daerah.
2).
Undang-undang pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah.
3).
Undang-undang mengenai hubungan pusat dan daerah.
4).
Undang-undang mengenai pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya.
5).
Undang-undang mengenai pajak, pendidikan dan agama.
6). APBN.
e. Memberikan
pertimbangan pada DPR atas RUU APBN & RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama.
f. Memberikan pertimbangan kepada
DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Hak DPD
a. Mengajukan RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan smber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Ikut membahas RUU tersebut
bersama-sama DPR.
Hak Anggota DPD
a. menyampaikan usul dan pendapat
b. memilih dan dipilih
c. membela diri
d. imunitas
e. protokoler
f. keuangan dan administratif
5. Mahkamah
Agung (MA)
Sebagai pemegang kekuasaan
kehakiman dan penyelenggara peradilan yang merdeka untuk menegakkan hukum dan
keadilan.
Kedudukan MA sebagai lembaga
negara yang berfungsi sebagai pengadilan tertinggi bagi semua peradilan terlepas
dari pengaruh Pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Tugas dan wewenang MA dalam
fungsi peradilan:
a. Memutus pada tingkat pertama
dan terakhir semua sengketa peradilan.
b. Memeriksa dan memutus
permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Memutus permohonan kasasi
terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua
lingkungan peradilan.
d. Membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan tingkat kasasi dari semua lingkungan peradilan.
Tugas dan wewenang MA dalam
fungsi pengawasan:
Melakukan pengawasan tertinggi
terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam
menjalankan kekuasaan kehakiman.
Tugas dan wewenang MA dalam
fungsi pengaturan:
a. Menguji secara materiil
terhadap peraturan perundangan di bawah undang-undang.
b. Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan tugasnya.
Untuk melaksanakan tugas-tugas
pengawasan dan pengaturan, MA mempunyai perangkat berupa Komisi Yudisial yang bersifat mandiri dan berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung serta berwenang
memberikan sanksi dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Tugas dan wewenang MA dalam
fungsi pemberian nasihat:
Memberikan nasihat hukum kepada
Presiden selaku Kepala Negara / kepada Lembaga Tinggi Negara lainnya.
6. Komisi
Yudisial
Kedudukan:
1. Komisi Yudisial merupakan
lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas
dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
2. Komisi Yudisial berkedudukan di
Ibukota Negara Republik Indonesia.
Wewenang Komisi Yudisial
1. Mengusulkan pengangkatan hakim
agung kepada DPR.
2. Menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Dalam melaksanakan wewenangnya
tersebut, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
1. Melakukan pendaftaran calon
Hakim Agung.
2. Melakukan seleksi terhadap
calon Hakim Agung.
3. Menetapkan calon Hakim Agung.
4. Mengajukan calon Hakim Agung ke
DPR.
7. Mahkamah
Konstitusi
Sebagai pelaksana pengawasan
dan peradilan terhadap pelaksanaan undang-undang dasar yang dilakukan oleh
penyelenggara negara.
Kedudukan MK merupakan salah
satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Fungsi MK adalah Menangani
perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar
dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita
demokrasi.
Tugas dan wewenang MK
a. Menguji undang-undang terhadap
UUD Negara RI 1945.
b. Memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara RI 1945.
c. Memutus pembubaran partai
politik.
d. Memutus perselisihan hasil pemilihan
umum.
e. Memberikan putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud
dalam UUD Negara RI 1945.
8. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
Sebagai pelaksana fungsi
auditif, operatif, rekomendasi, judikatif.
Kedudukan BPK sebagai lembaga
negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Tugas BPK
a. Memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
b. Pemeriksaan BPK mencakup
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan keuangan dengan
tujuan tertentu.
c. Dalam hal pemeriksaan
dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan UU, laporan hasil
pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
d. BPK menyerahkan hasil
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab ke tangan negara kepada DPR,
DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
e. Untuk keperluan tindak lanjut
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud huruf d, BPK menyerahkan hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
f. BPK memantau pelaksanaan tindak
lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat sebagai maksud pada huruf
e dan hasilnya diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, DPRD dan
pemerintah.
g. Apabila dalam pemeriksaan
ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1
bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut.
h. Laporan BPK sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Wewenang BPK
a. Menentukan obyek pemeriksaan,
merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode
pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.
b. Meminta keterangan dan/atau
dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD dan
lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
c. Melakukan pemeriksaan di tempat
penyimpananan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan
pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap
perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran,
pertanggungjawaban dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara.
d. Menetapkan jenis dokumen, data,
serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
wajib disampaikan kepada BPK.
e. Menetapkan standar pemeriksaan
keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah
yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
f. Menetapkan kode etik
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
g. Menggunakan tenaga ahli
dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
h. Membina jabatan fungsional
pemeriksa.
i. Memberi pertimbangan atas
Standar Akuntansi Pemerintahan.
j. Memberi pertimbangan atas
rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
k. BPK menilai dan/atau menetapkan
jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik
sengaja atau lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD dan
lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara, yang
ditetapkan dengan keputusan BPK.
l. Untuk menjamin pelaksanaan
pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau:
1. penyelesaian ganti kerugian
negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara dan pejabat lain.
2. Pelaksanaan pengenaan ganti
kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK.
3. Pelaksanaan pengenaan ganti
kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3.2.
Rangkuman
Penyelenggaraan
negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau
yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penyelenggara
negara adalah keseluruhan lembaga negara yang terdiri dari MPR, Presiden, DPR,
DPD, MA, MK, KY dan BPK.
Dalam
rangka melaksanakan tugas penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum di dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945, maka diselenggarakan fungsi-fungsi negara yang
dilaksanakan oleh penyelenggara negara. Tugas dan fungsi yang harus
dilaksanakan oleh penyelenggara negara tersebut di dalam konstitusi dan
peraturan perundang-undangan organik lainnya.